One step forward, two steps back

One step forward, two steps back

Apa sebenarnya arti dari “one step forward, two steps back ini”? Kita sering mendengar bahwa untuk maju kita hanya perlu selangkah demi selangkah, tapi jika yang terjadi adalah maju selangkah mundur dua langkah? Tentunya itu bukan suatu kemajuan melainkan kemunduran.

Kenapa sih banyak orang yang berasa “ngeflat” ikut Tuhan? Atau malahan mundur?

Yer 7:23-24

but I gave them this command: Obey me, and I will be your God and you will be my people. Walk in obedience to all I command you, that it may go well with you. 24 But they did not listen or pay attention; instead, they followed the stubborn inclinations of their evil hearts. They went backward and not forward

versi NLT: This is what I told them: ‘Obey me, and I will be your God, and you will be my people. Do everything as I say, and all will be well!’

only do AS I SAY and ALL WILL be well

sayangnya banyak orang yang tidak mau “only do as I say” dan akibatnya “ they went backward instead of forward. Following their stubborn evil thoughts”

Mari kita lihat ke dalam hidup kita dan perjalanan kita bersama Tuhan.

1 sam 15: 11a “Aku menyesal, karena Aku telah menjadikan Saul raja, sebab ia telah berbalik dari pada Aku dan tidak melaksanakan firman-Ku.”

Dalam hidup masing-masing kita sebenarnya Tuhan sudah merencanakan, sudah punya planning, punya “blueprint” yang indah buat kita. Buktinya ada di Yeremia 29:11, dan Galatia 3:29

Yer 29:11 berkata:

Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.

Galatia 3: 29

Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah.

Persoalannya adalah saat blueprintnya Tuhan itu mau terlaksana dalam hidup kita, ada mandate/ penugasan dariNya yag harus kita lakukan.

Setiap dari kita memiliki penugasan khusus, mandat yang khusus dan unik dari Tuhan. Ada yang dikasi mandat oleh Tuhan sebagai pelajar, sebagai guru, sebagai pengusaha, sebagai ibu rumah tangga, sebagai anak, sebagai orang tua dst. Dan selayaknya seorang bos yang memberi penugasan kepada anak buahnya, bos itu pasti akan datang “ngontrol” atau memantau atau melihat apakah mandat itu dilaksanakan dengan baik atau tidak?

Jika si pemberi mandat itu kecewa, maka pasti ada konsekuensinya, entah itu mulai dari kehilangan kepercayaan, tidak diberi penugasan yang lebih besar, atau parah2nya, dicabut dari mandat dan diturunkan. Siapa yang mau? Tentu saja saya yakin tidak akam ada yang mau ya…

Tokoh di Alkitab yang mengalami kemunduran dan dicabut mandatnya oleh Tuhan adalah Saul. Bagaimana tidak? Saul adalah seorang yang telah Tuhan pilih menjadi raja pertama Israel, namun dalam perjalanannya, Saul melakukan kesalahan-kesalahan “kecil” yang mana daripada kesalahan kecil itu, ia enggan bertobat.

Apakah kita pernah memperhatikan? Dosa Daud sebenarnya jauh lebih besar dari dosa-dosa “kecil” Saul. Tapi mengapa Saul dicabut mandatnya oleh Tuhan, sedangkan Daud dikatakan di dalam Alkitab sebagai “a man after God’s own heart” atau “seorang yang berkenan di hatiku”?

Apa sebenarnya kuncinya, supaya setiap kita yang memiliki mandat khusus dari Tuhan itu dapat menyelesaikan tugas masing-masing dengan baik?

Tuhan kita adalah Tuhan yang melihat hati, sikap hati kita.
Diri kita ini sebenarnya terdiri dari 3 hal yang saling berhubungsn, yakni: roh, jiwa dan tubuh. Saat kita menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, roh kita sudah dibersihkan, sudah disucikan sepenuhnya. Tapi mungkin, banyak dari kita yang berkata, tapi kok aku masih suka marah ya? Aku masih suka kesel sama temenku yang nyolot itu, kok ga penuh kasih seperti Tuhan Yesus? Alasannya adalah, karena kita punya bagian kedua dari diri kita, yaitu jiwa. Istilah jiwa mungkin terdengar asing, tapi sebenarnya yang disebut jiwa itu adalah “hati” kita.
Kalau kita sedang kesal, kita tidak bilang ” aduh jiwaku kesel banget nih” ? Atau ” jiwaku kangen kamu”; atau “jiwaku sedih rasanya”. Tapi kita sering mengistilahkan ” hatiku panas banget nih, kesel banget sama dia ” dst.

Mari kita buka dari Ams 4:23
Kata terpancar disini, berasal dari kata geographical boundaries. Yang artinya, tapal batas, batas daerah, luas daerah
Seberapa “luas daerah” mu, seberapa jauh “batas daerah”mu itu bergantung dari seberapa kita menjaga hati kita dengan segala kewaspadaan. Mengapa? Ya karena dari hati kita itulah “geographical boundaries” kita ditentukan.

Apa yang dimaksud menjaga hati dengan segala kewaspadaan? Apa tandanya bahwa kita menjaga hati kita dengan segala kewaspadaan? Tandanya dilihat dari sikap hati kita dalam menghadapi beberapa “ujian”

Soal ujian yang pertama
Sikap hati kita diuji ketika kita mengalami “ujian”
Daniel 3 menceritakan tentang umat Tuhan yang bernama Sadrakh, Mesakh, dan Abednego. Mereka Adalah contoh orang orang yang ikut Tuhan dengan tulus hati. Bukan yang ikut Tuhan karena ada maunya.

Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu. Daniel 3:17-18

Seringkali banyak orang yang bilang begini ke Tuhan: tuhan kalo Engkau beri aku pekerjaan ini, maka aku akan mempersembahkan hasilnya kepada Tuhan. Atau Tuhan kalo Engkau kasih aku blablabla, maka Aku akan blablabla

Tuhan tidak terkesan dengan sikap hati macam ini. Tapi seperti ketiga sekawan yang tadi sudah kita baca kisahnya, hati Tuhan terkesan ketika ada orang yang bilang: Tuhan jika Kau beri apa yang aku minta, aku percaya Engkau bisa kalau Engkau mau, maka aku akan menyembah Engkau, tetapi jika tidak puuuunnnnn, aku akan tetap mengikut zengkau dengan segenap hatiku.

Contoh lain adalah Daud. Saat anak hasil perselingkuhannya dengan Batsyeba “ditulahi” Tuhan, Daud menangis,berpuasa, memakai kain kabung, dan pokoknya dia all-out deh dalam memohon belas kasihan Tuhan, supaya anaknya itu tidak mati. Tetapi, apa yang terjadi? Ternyata anaknya mati juga toh? Dan apa yang Daud lakukan? Apakah dia pergi dari Tuhan? Kepahitan sama Tuhan karena apa yang dia minta tidak dikabulkan Tuhan, padahal sudah “setengah mati” memohon-mohon?

Tidak, Alkitab mencatat yang Daud lakukan adalah bangun, mandi, makan, dan melanjutkan hidupnya, yakni memuji-muji Tuhan dan sujud menyembah.

Saat keputusan Tuhan sudah final, apakah kita mau menerima segala putusan Tuhan dan tetap memuji Tuhan walau dalam keadaan apapun, tetap “moving forward” bersama Tuhan?

Soal ujian kedua
Sikap hati kita diuji ketika apa yang kita minta ” ditunda” oleh Tuhan.

Simon Petrus berkata kepada Yesus: “Tuhan, ke manakah Engkau pergi? s ” Jawab Yesus: “Ke tempat Aku pergi, engkau tidak dapat mengikuti Aku sekarang, t tetapi kelak u  engkau akan mengikuti Aku.”

Yoh 13:36

Simon Petrus, yang pada saat itu sebenarnya kepengin ikut Tuhan, tapi Yesus cuma bilang, saat ini kamu belum bisa mengikuti Aku, tetapi “kelaaakkkk” kamu akan mengikut aku.
Kita? Tuhan aku minta pacar yang dari Tuhan….. Pleaseee Tuhan, sekarang Tuhan
Tuhan: nanti nak, kelaaaakkkkkk, sekarang belum saatnya
Kita: ah gak mau ah Tuhan, pokoknya sekarang!!!!

Bagaimana sikap hatimu saat yang kita inginkan, yang kita mintakan dari Tuhan, ditunda oleh Tuhan? Bersungut-sungut? Ngambek sama Tuhan?, atau kita punya kerendahan hati yang bisa berkata Tuhan walaupun aku gak ngerti kenapa belum bisa sekarang, tapi aku percaya Engkau lebih tau, dan pasti waktuMu tepat.

Soal ujian ketiga

Bagaimana sikap hati kita saat ada di tempat tinggi? Banyak orang yang saat dibawa Tuhan ke tempat tinggi, mereka malah jatuh. Jatuh bagaimana? Jatuh karena mereka merasa sombong. Merasa bahwa kedudukan atau pencapaian yang diraih adalah semata-mata karena kehebatan mereka sendiri.

1 Taw 29:14 Sebab siapakah aku ini dan siapakah bangsaku, sehingga kami mampu memberikan persembahan sukarela seperti ini? a  Sebab dari pada-Mulah segala-galanya dan dari tangan-Mu b  sendirilah persembahan yang kami berikan kepada-Mu.

Di Alkitab, lagi-lagi kita melihat contoh kerendahan hati yang luar biasa dari Daud. Daud adalah seorang raja yang diberkati Tuhan, diberi kemenangan oleh Tuhan secara luar biasa, namun dalam semua gelimangan harta dan kekuasaan itu, tidak sekalipun Daud melupakan bahwa semuanya itu adalah anugerah Tuhan semata. Bahkan ketika Daud datang memberikan dari kekayaannya sendiri, segala sesuatu yang dibutuhkan untuk pembangunan Bait Allah, dia gak bilang “Tuhan aku mempersembahkan kepadaMu, dari hartaku sendiri, lihatlah ya Tuhan, apa yang telah aku berikan kepadaMu, blablabla…” tapi dia datang dengan kerendahan hati yang berkata, “Tuhan siapakah aku ini? Dan siapakah bangsaku, sampai kami dapat memberi persembahan sukarela sebesar ini? Sebab sesungguhnya semuanya ini berasal dari padaMu.”

Ketika kita dipuji, mengalami peninggian Tuhan, seringkali orang lain tidak akan bisa melihat hati kita. Di depan orang mungkin kita bilang “Puji Tuhan, semuanya karena Tuhan saja.” Tapi bagaimana dengan yang di dalam? Hanya Tuhan dan diri kita sendiri yang tahu. Ya kan?

Soal ujian yang keempat

Tuhan melihat sikap hati kita saat teman kita, orang lain, musuh kita, siapapun selain kita, ditinggikan oleh Tuhan.

Kalo kita melihat teman kita dipuji, bagaimana sikap hati kita? Kalo kita sudah rajin, bekerja dengan baik, eh taunya yang dipromosi jabatan malahan teman kita, ato justru saingan kita di kantor? Hati kita sebel, sirik, atau bisa dengan tulus ikut senang atas promosi, atau pujian yang mereka terima?

Contohnya? Saul. Saul “sirik berat” dengan Daud saat Daud pulang dari medan perang. Ketika di jalan-jalan, kepulangan mereka disambut oleh ibu-ibu dan mbak-mbaknya di Israel, lalu mereka nyanyi sahut-sahutan bak orang Padang saling menyambung pantun. Tante-tante yang hidup jaman Saul bernyanyi “ Saul mengalahkan beribu-ribu” , lalu dibalas oleh mbak-mbak yang lagi “kesengsem” sama Daud,  “ tetapi Daud mengalahkan berlaksa-laksa.” Saul beteee berat, dan hatinya panas. Lalu gak tunggu bulan depan, tahun depan, tapi BESOKnya pada saat Daud sedang main kecapi, Saul kerasukan roh jahat, dan berusaha membunuh Daud setiap ada kesempatan sejak saat itu.

“Daud maju berperang dan selalu berhasil ke mana juga Saul menyuruhnya, sehingga Saul mengangkat dia mengepalai para prajurit. Hal ini dipandang baik oleh seluruh rakyat dan juga oleh pegawai-pegawai Saul. Tetapi pada waktu mereka pulang, ketika Daud kembali sesudah mengalahkan orang Filistin itu, keluarlah orang-orang perempuan dari segala kota Israel menyongsong raja Saul sambil menyanyi dan menari-nari dengan memukul rebana, dengan bersukaria dan dengan membunyikan gerincing; dan perempuan yang menari-nari itu menyanyi berbalas-balasan, katanya:

“Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa.”

Lalu bangkitlah amarah Saul dengan sangat; dan perkataan itu menyebalkan hatinya, sebab pikirnya: “Kepada Daud diperhitungkan mereka berlaksa-laksa, tetapi kepadaku diperhitungkannya beribu-ribu; akhir-akhirnya jabatan raja itupun jatuh kepadanya.” Sejak hari itu maka Saul selalu mendengki Daud.

1 Samuel 18: 5-9

Terakhir, sikap hati kita diuji saat Tuhan menegur kita lewat apapun atau siapapun.

Kisah Daud yang ditegur oleh nabi Natan meupakan contoh sikap hati yang Tuhan suka, dan luar biasa. Saat dituding oleh nabi Natan bahwa Daud telah melakukan dosa perzinahan, Daud dengan segera bertobat (baca kisahnya di 2 Sam 12, red). Dan sangat berbeda jika dibandingkan dengan sikap Saul saat ditegur Samuel tentang dosa-dosa “kecil”nya (1 Sam 15).